LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN KONFLIK
LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KONFLIK
Disusun Oleh :
Deni Herdyana, S.Kep
4012180003
PROGRAM PROFESI NERS
STIKES BINA PUTERA BANJAR
TAHUN 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
MANAJEMEN KONFLIK
A. Pengertian Konflik
Konflik
adalah perselisihan atau perjuangan yang timbul ketika keseimbangan
dari perasaan, hasrat, pikiran, dan perilaku seseorang terancam.
Perjuangan ini dapat terjadi di dalam individu atau di dalam kelompok.
Pemimpin dapat menggerakkan konflik ke hasil yang destruktif atau
konstruktif.
Deutsch
(1969) dalam lamonica (1986), mendefinisikan konflik sebagai suatu
perselisihan atau perjuangan yang timbul akibat terjadinya ancaman
keseimbangan antara perasaan, pikiran, hasrat dan perilaku seseorang.
Douglass & bevis (1979) mengartikan konflik sebagai suatu bentuk
perjuangan diantara kekuatan interdependen. Perjuangan tersebut dapat
terjadi baik di dalam individu (interpersonal conflict) ataupun di dalam kelompok (intragroup conflict).
Dari
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik terjadi akibat adanya
pertentangan pada situasi keseimbangan yang terjadi pada diri individu
taupun pada tatanan yang lebih luas, seperti antar-individu,
antar-kelompok, atau bahkan antar-masyarakat. Konflik dianggap sebagai
suatu bentuk perjuangan maka dalam penyelesaian konflik seharusnya
diperlukan usaha-usaha yang bersifat konstruktif untuk menghasilkan
pertumbuhan positif individu atau kelompok, mpeningkatan kesadaran,
pemahaman diri dan orang lain, dan perasaan positif kearah hasil
interaksi atau hubungan dengan orang lain.
B. Tipe konflik
Konflik timbul didalam diantara dan antara
orang- orang adanya perbedaan adanya pada kenyataan definisi,
pandangan, otoritas, tujuan, nilai, dan kendali konflik dalam organisasi
secra strukturan dapat dikategorikan sebagai konflik vertika atau
horizontal. Konflik vertical meliputi perbedaan antara pemimpin dan anak
buah. Hal inin sering diakibatkan oleh komunikasi dan kurang penyebaran
persepsi dan perilaku yang tepat untuk peran diri sendiri atau orang
lain. Konflik horizontal adalh garis konflik antara staff dan ada
hubungan dengan praktik keahlian otoritas, dan sebagainya. Sering berupa
perselisihan antar departemen:
1. Konflik di dalam pengirim
Pengirim
sama pesan saling berlawaan. Contoh pemimpin yang sama menutut
pelayanan yang tinggi, menolak memecat anggota staff tidak kompeten dan
menolak pengontrak staff tambahan
2. Antar pengirim
Pesan
– pesan yang berlawan dari dua atau lebih pengirim. Contoh pimpinan
tertinggi dari keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai
keperawatan menekankan kebutuhan untuk memakai keperawatan primer
sebagai model pelayanan keperawatan; anak buah yakin bahwa mereka dapat
mencapai layanan keperawatan yang individual dan bermutu dengan
menggunakan metode keperawatan tim
3. Antar pesan
Orang
yang sama ternasuk didalam kelompok- kelompok yang berkonflik. Contoh
Direktur keperawatan adalah seorang anggota kelompok konsumen masyarakat
yang sedang berusaha untuk mengkonsilidasi pelatyanan obsteri dan
pediatric didaerahnya, dengan menempatkan semau ahli pediatric terbagi
diantara dua rumah sakit lainya. Perawat yang sama juga merupakan
pegawai di salah satu rumah sakit yang ingin tetap mempertahankan kedua
pelayanan tersebut dirumah sakitnya.
4. Peran pribadi
Orang
yang sama nilai- nilainya berlawanan (ketidak sesuaian kognitif).
Contoh perawat percaya bahwa pasien di klinik harus menerima perhatian
individual dari seseorang perawat yang mengikuti perkembangannya pada
setiap kunjungan. Syarat – syarat dari kedudukannya dan system pelayanan
yang ada membuat tujuan ini jarang bisa tercapai, jika tidak boleh
dibilang bahwa tidak mungkin tercapai.
5. Antar pribadi
Dua
atau lebih orang bertindak sebagai pendukung kelompok- kelompok yang
berbeda. Contoh direktur keperawatan bersaing dengan direktur lain untuk
sebuah posisi baru.
6. Didalam kelompok
Nilai-
nilai baru dari luar dimasukkan pada kelompok yang ada. Contoh
pendidikan yang berkelajutan diwajibkan oleh pemerintah untuk setiap
perpanjangan ijin kn keperawatan. Lembaga pelayanan kesehatan desa tidak
mempunyai dana untuk pengirim perawat untuk mengikuti program
pendidikan berkelanjutan, dan staff perawat, yang dibayar murah tetapi
puas, tidak dapat membianyayi sendiri pendidikan lanjutan mereka.
7. Antar kelompok
Dua
atau lebih kelompok dengan tujuan yang berlawanan. Contoh departemen
keperawatan menuntut bahwa para perawata diruang operasi dan pemulihan
secara organisional berada dibawah keperwatan. Departemen bedah, yang
terdiri dari dari para dokter, menyakini bahwa mereka harus
mengendalikan perawat- perawat di area ini.
8. Peran mendua
Seseorang
tidak menyadari harapan olrang lain terhadap sebuah peran tertentunya.
Contoh seorang pengawas perawat yang baru tidak mempunyai gambaran
tentang posisinya dan tidak mempunyai pengalaman sebelumnnya sebagai
pengawas.
9. Beban peran yang terlalu
Seseorang
tidak dapat memenuhi harapan orang lain untuk perannya. Contoh seorang
sarjana muda baru diharapkan oleh direktur keperawatan untuk bertanggung
jawab terhadap 40 tempat tidur di unit penyakit kronis dan akut pada
dinas malam.
C. Penyebab Konflik
Banyak
faktor yang bertanggungjawab terhadap terjadinya konflik terutama dalam
suatu organisasi. Faktor-faktor tersebut dapat berupa perilaku yang
menentang, stres, kondisi ruangan, kewenangan dokter-perawat, keyakinan,
eksklusifisme, kekaburan tugas, kekurangan sumber daya, proses
perubahan, imbalan, dan masalah komunikasi.
1. Perilaku
menentang, sebagai bentuk dari ancaman terhadap suatu dialog rasional,
dapat menimbulkan gangguan protocol penerimaan untuk interaksi dengan
orang lain. Perilaku ini dapat berupa verbal dan non verbal. Terdapat
tiga macam perilaku menentang, yaitu :
a. Competitive bomber, yang
dicirikan dengan perilaku mudah menolak, menggerutu dan menggumam,
mudah untuk tidak masuk kerja, dan merusak secara agresif yang di
sengaja.
b. Martyred accommodation, yang
ditunjukkan dengan penggunaan kepatuhan semu atau palsu dan kemampuan
bekerja sama dengan orang lain, namun sambil melakukan ejekan dan
hinaan.
c. Avoider, yang ditunjukkan dengan penghindaran kesepakatan yang telah dibuat dan menolak untuk berpartisipasi.
2. Stres,
juga dapat mengkobatkan terjadinya konflik dalam suatu organisasi.
Stres yang timbul ini dapat disebabkan oleh banyaknya stressor yang
muncul dalam lingkungan kerja seseorang. Contoh stressor antara lain
terlalu banyak atau terlalu sedikit beban yang menjadi tanggung jawab
seseorang jika dibandingkan dengan orang lain yang ada dalam organisasi,
misalnya di bangsal keperawatan.
3. Kondisi
ruangan yang terlalu sempit atau tidak kondusif untuk melakukan
kegiatan-kegiatan rutin dapat memicu terjadinya konflik. Hal yang
memperburuk keadaan dalam ruangan dapat berupa hubungan yang monoton
atau konstan diantara individu yang terlibat didalamnya, terlalu
banyaknya pengunjung pasien dalam suatu ruangan atau bangsal, dan bahkan
dapat berupa aktivitas profesi selain keperawatan, seperti dokter juga
mampu memperparah kondisi ruangan yang mengakibatkan terjadinya konflik.
4. Kewenangan
dokter-perawat yang berlebihan dan tidak saling mengindahkan
usulan-usulan diantara mereka, juga dapat mengakibatkan munculnya
konflik. Dokter yang tidak mau menerima umpan balik dari perawat, atau
perawat yang merasa tidak acuh dengan saran-saan dari dokter untuk
kesembuhan klien yang dirawatnya, dapat memperkeruh suasana. Kondisi ini
akan semakin “runyam” jika diantara pihak yang terlibat dalam
pengelolaan klien merasa direndahkan harga dirinya akibat sesuatu hal.
Misalnya kata-kata ketus dokter terhadap perawat atau nada tinggi dari
perawat sebagai bentuk ketidak puasan tehadap penanganan yang dilakukan
profesi lain.
5. Perbedaaan
nilai atau keyakinan antara satu orang dengan orang lain. Perawat
begitu percaya dengan persepsinya tentang pendapat kliennya sehingga
menjadi tidak yakin dengan pendapat yang diusulkan oleh profesi atau tim
kesehatan lain. Keadaan ini akan semakin menjadi kompleks jika
perbedaan keyakinan, nilai dan persepsi telah melibatkan pihak diluar
tim kesehatan yaitu keluarga pasien. Jika ini telah terjadi, konflik
yang muncul pun semakin tidak sederhana karena telah mengikutsertakan
banyak variable di dalamnya.
6. Eksklusifisme, adanya
pemikiran bahwa kelompok tertentu memiliki kemampuan yang lebih
dibandingkan dengan kelompok lain. Hal ini tidak jarang mengakibatkan
terjadinya konflik antar-kelompok dalam suatu tatanan organisasi. Hal
ini bisa terjadi manakala sebuah kelompok didalam tatanan organisasi
(seperti bangsal keperawatan) diberikan tanggung jawab oleh manager
untuk suatu tugas tertentu atau area pelayanan tertentu, lantas
memisahkan diri dari sistem atau kelompok lain yang ada dibangsal
tersebut karena merasa bahwa kelompoknya lebih mampu dibandingakan
dengan kelompo lain.
7. Peran
ganda yang disandang seseorang (perawat) dalam bangsal keperawatan
seringkali mengakibatkan konflik seorang perawatan yang berperan lebih
dari satu peran pada waktu yang hamper bersamaan, masih merupakan
fenomena yang jamak ditemukan dalam tatanan pelayanan kesehatan baik di
rumah sakit maupun di komunitas. Contoh peran ganda, antara lain satu
sisi perawat sebagai pemberi pelayanan keperawatan kepada klien, namun
pada saat yang bersamaan yang harus juga berperan sebagai pembimbing
mahasiswa atau bahkan sebagai manager dibangsal yang bersangkutan. Dalam
kondisi ini sering terjadi kebingunan untuk menentukan mana yang harus
dikerjaka terlebih dahulu oleh perawat tersebut dan kegiatan mana yang
dapat dilakukan kemudian. Akibatnya, sering terjadi kegagalan melakukan
tanggung jawab dan tanggung gugat untuk suatu tugas pada individu atay
kelompok.
8. Kekurangan
sumber daya insani, dalam tatanan organisasi dapat dianggap sumber
absolute terjadinya konflik. Sedikinya sumber daya insani atau manusia,
sering memicu terjadinya persaingan yang tidak sehat dalam suatu tatanan
organisasi. Contoh konflik yang dapat terjadi, yaitu persaingan untuk
memperoleh uang melalui pemikiran bahwa segala sesuatu pasti di
hubungkan dengan uang, persaingan memperebutkan menangani klien, dan
tidak jarang juga terjadi persaingan dalam memperebutkan jabatan atau
kedudukan.
9. Perubahan
dianggap sebagai proses ilmiah. Tetapi kadang perubahan justru akan
mengakibatkan munculnya berbagai macam konflik. Perubahan yang dilakukan
terlalu tergesa-gesa atau cepat, atau perubahan yang dilakukan terlalu
lambat, dapat memunculkan konflik. Individu yang tidak siap dengan
perubahan, memandang perubahan sebagai suatu ancaman. Begitu juga
individu yang selalu menginginkan perubaan akan menjadi tidak nyaman
bila tidak terjadi perubahan, atau perubahan dilakukan terlalu dalam
tatanan organisasinya.
10. Imbalan,
beberapa ahli berpendapat bahwa imbalan kadang tidak cukup berpengaruh
dengan motovasi seseorang. Namun, jika imbalan dikaitkan dengan
pembagian yang tidak merata anatar satu orang dan orang lain sering
menyebabkan munculnya konflik. Terlebih lagi bila individu yang
bersangkutan tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan untuk
menentukan besar-kecilnya imbalan atau sering disebut dengan sistem
imbalan. Pemberian imbalan yang tidak didasarkan atas pertimbangan
professional sering menimbulkan masalah yang pada gilirannya dapat
memunculkan suatu konflik.
11. Komunikasi
dapat memunculkan suatu konflik jika penyampaian informasi yang tidak
seimbang, hanya orang-orang tertentu yang diajak biacar oleh manager,
penggunaan bahasa yang tidak efektif, dan juga penggunaan media yang
tidak tepat sering kali berujung dengan terjadinya konflik ditatanan
organisasi yang bersangkutan.
D. Proses Konflik
La
Monica (1986) mengutip pendapatnya Filley (1980) membagi proses konflik
dalam enam tahapan, yaitu kondisi yang mendahului, konflik yang
dipersepsi, konflik yang dirasakan, perilaku yang dinyatakan,
penyelesaian atau penekanan konflik, dan penyelesaian akibat konflik.
Kondisi
yang mendahului merupakan penyebab terjadinya konflik seperti yang
sudah didiskusikan sebelumnya. Setelah terjadi suatu konflik, konflik
yang ada dipersepsi atau berusaha diketahui. Kondisi yang ada diantara
pihak yang terlibat atau di dalam diri dapat menyebabkan terjadinya
konflik. Konflik yang dipersepsi ini pada umumnya bersifat logis, tidak
personal, dan sangat objektif. Di sisi lain konflik akan dirasakan
secara subjektif karena individu merasa ada konflik relasi. Perasaan
semacam ini sering diasumsikan sebagai suatu yang dapat mengancam
integritas diri, memunculkan permusuhan, perasaan takut dan bahkan
timbulnya perasaan tidak berdaya.
Akibat
dari kondisi-kondisi tersebut, beberapa individu kemudian melakukan
bentuk perilaku nyata seperti perilaku agresif, pasif, aseptif,
persaingan, debat, atau ada beberapa individu yang mencoba memecahkan
masalah atau konflik. Langkah selanjutnya yang dilakukan terhadap
terjadinya konflik adalah perilaku untuk menyelesaikan atau menekan
konflik tersebut. Perilaku tersebut dapat berupa perjnjian siantara yang
terlibat atau kadang melalui tindakan “penaklukan” pada pihak yang
terlibat.
Oleh
karena itu, upaya untuk menyelesaikan sisa atau akibat konflik tersebut
sudah selayaknya dilakukan oleh pihak yang terlibat. Jika hal itu tidak
dilakukan, dapat memunculkan konflik baru pada tempat dan waktu yang
berbeda.
E. Strategi dan Ketrampilan Manajemen Konflik
Beberapa
strategi dapat dipakai untuk menyelesaikanterjadinya konflik.
Strategi-strategi tersebut adalah menghindar, akomodasi, kompetisi,
kompromi, dan kerjasama.
Pendekatan
strategi konflik dengan cara menghindar memungkinkan kedua kelompok
atau pihak yang terlibat konflik menjadi dingin dan berusaha
mengumpulkan informasi. Teknik menghindar dapat digunakan apabila isu
tidak gawat atau bila kerusakan yang potensial tidak akan terjadi dan
lebih banyak menguntungkan. Selanjutnya baru diatur kembali untuk
pertemuan penyelesaian konflik. Dengan demikian, pihak yang terlibat
konflik diberi kesempatan untuk merenungkan dan memikirkan alternative
penyelesaiannya. Strategi akomodasi digunakan untuk memfasilitasi dan
memberikan wadah untuk menampung keinginan pihak yang terlibat konflik.
Dengan cara ini dimungkinkan terjadi peningkatan kerjasama dan
pengumpulan data-data yang akurat dan signifikan untuk pengambilan suatu
kesepakatan. Cara kompetisi dapat dilakukan seorang manajer dengan cara
menunjukkan kekuasaan yang terkait dengan posisinya untuk menyelesaikan
konflik, terutama yang terkait dengan tugas dan tanggungjawab stafnya.
Strategi yang biasa digunakan adalah melalui peningkatan motivasi antar
staf guna menimbulkan rasa persaingan yang sehat.
Strategi
kompromi dilakukan dengan mengambil jalan tengah diantara pihak-pihak
yang terlibat konflik. Hal ini biasanya bersifat sementara sehingga bila
situasinya sudah stabil, perlu dikumpulkan pihak yang terlibat konflik
untuk selanjutnya dapat dilakukan penyelesaian masalah secara tuntas.
Cara lain yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan konflik adalah dengan
cara kerjasama. Cara ini dilakukan dengan melibatkan pihak yang terlibat
konflik untuk melakukan kerjasama dalam rangka menyelesaikan konflik.
Cara ini biasanya menimbulkan perasaan puas di kedua belah pihak yang
terlibat konflik
Bentuk
ketrampilan yang dapat dimanfaatkan untuk mengelola konflik pada
umumnya berupa kegiatan pencegahan. Ketrampilan tersebut berkisar pada
kegiatan berikut.
1. Membuat aturan atau pedoman yang jelas dan harus diketahui oleh semua pihak.
2. Menciptakan
suasana yang mendukung dengan banyak pilihan. Hal ini akan membuat
orang menjadi senang dalam memberikan usulan, member kekuatan bagi
mereka meningkatkan pemikiran kreatif, memungkinkan pemecahan masalah
yang lebih baik.
3. Mengungkapkan bahwa mereka dihargai. Pujian dan penegasan tentang nilai-nilai adalah penting untuk setiap orang dalam bekerja.
4. Menekankan pemecahan masalah secara damai, dan membangun suatu jembatan pengertian.
5. Menghadapi konflik dengan tenang dan memberikan pendidikan tentang perilaku.
6. Memainkan peran yang tidak menimbulkan stress dan konflik.
7. Mempertimbangkan waktu dengan baik untuk semuanya, dan jangan menunda waktu yang tidak menentu.
8. Memfokuskan pada masalah dan bukan pada kepribadian.
9. Mempertahankan komunikasi dua arah.
10. Menekankan pada kesamaan kepentingan.
11. Menghindari penolakan berlebihan.
12. Mengetahui hambatan untuk kerjasama.
13. Membedakan perilaku yang menentang dengan perilaku normal dalam kesalahan kerja.
14. Menguatkan dalam menghadapi orang yang marah.
15. Menetapkan siapa yang memiliki masalah.
16. Menetapkan kebutuhan yang terlalaikan.
17. Membangun kepercayaan dengan mendengarkan dan mengklarifikasi.
18. Merundingkan kembali prosedur pemecahan masalah.
F. Penyelesaian Konflik
Konflik
yang terjadi dalam suatu tatanan organisasi misalnya bangsal
keperawatan harus dikenali sifat, jenis, penyebab, lamanya, dan
kepelikan konflik dalam rangka untuk menyelesaikannya. Seorang manajer
atau kepala ruangan harus segera mengambil inisiatif untuk memfasilitasi
penyelesain konflik yang positif. Manajer dapat saja “mengabaikan”
konflik yang terjadi atau harus ikut campur tangan dalam
penyelesaiannya.
Jika
persoalan yang mendasari konflik sangat kecil, dalam arti hanya
melibatkan dua orang (perawat, perawat dengan profesi lain) dan tidak
mempengaruhi proses pemberian asuhan keperawatan secara bermakna,
seorang manajer tidak harus ikut campur untuk mnyelesaikan konflik.
Meskipun demikian, manajer dapat member izin agar pihak yang terlibat
membuat perjanjian mengenai persoalan yang sedang dihadapi dan cara apa
yang sekiranya dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik. Sebaliknya,
bila konflik yang terjadi sangat mempengaruhi pemberian asuhan
keperawatan pada klien, seorang manajer dapat mengambil inisiatif untuk
ikut seta aktif menyelesaikan konflik yang sedang terjadi denga
pertimbangan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan
yang dapat menimpa klien.
Beberapa
strategi dapat dilakukan untuk menyelesaikan konflik, seperti
penggunaan disiplin, pertimbangan tahap kehidupan, komunikasi, lingkaran
kualitas dan latihan keasertifan.
1. Penggunaan disiplin
Dalam
menggunakan displin untuk mengelola atau mencegah terjadinya konflik,
seorang manajer perawat harus mengetahui dan memahami peraturan dan
ketepatan organisasi yang berlaku. Berbagai aturan dapat digunakan untuk
mengelola konflik, antara lain penggunaan disiplin yang progresif,
pemberian hukuman yang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan anggota,
penawaran bantuan untuk menyelesaikan masalah pekerjaan, penentuan
pendekatan terbaik utnuk setiap personil, pendekatan individual, tegas
dalam keputusan, penciptaan rasa hormat dan rasa percaya diri diantara
anggota utnuk mengatasi masalah kedisiplinan.
2. Pertimbangan tahap kehidupan
Konflik
juga dapat diselesaikan melalui pemberian dukungna pada anggota untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam tahap perkembangan
kehidupannya. Ada tiga tahap perkembangan yaitu tahap dewasa muda,
setengah baya, dan setelah umur 55 tahun. Masing-masing tahap
perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Misalnya,
tahap dewasa muda dicirikan dengan kegiatan mengejar atau rasa “haus”
akan pengetahuan, keterampilan, dan selalu ingin bergerak kearah
kemajuan dan tahap setengah baya dicirikan dengan perilaku atau
keinginan untuk membantu perawat mudah dalam mengembangkan karirnya,
serta tahap diatas umur 55 tahun dicirikan dengan perilaku
pengintegrasian ide ego dengan tujuan yang diinginkan. Atas dasar ciri
tersebut maka seorang manajer harus mampu mengidentifikasi karakteristik
pada masing-masing tahap perkembangan sebagai dasar untuk menyelesaikan
konflik.
3. Komunikasi
Komunikasi
yang merupakan bagian mendasar manusia dapat dimanfaatkan dalam
penyelesaian konflik. Komunikasi merupakan suatu seni yang penting
digunakan untuk memelihara suatu lingkungan kondusif-terapeutik. Dalam
situasi ini, seorang manajer dapat melakukan beberapa tindakan untuk
mencegah terjadinya konflik melalui pengajaran pada staf keperawatan
tentang komunikasi efektif dan peran yang harus dilakukan, pemberian
informasi yang jelas pada setiap personel secara utuh, pertimbangan
matang tentang semua aspek situasi emosi, dan pengembangan keterampilan
dasar yang menyangkut orientasai realitas, ketengan emosi,
harapan-harapan positif yan gdapat membangkitkan respons positif, cara
mendengar aktif, dan kegiatan dan menerima informasi.
4. Lingkaran kualitas
Cara
lain yan gdapat digunakan untuk mencegah terjadinya konflik adalah
lingkaran kualitas. Cara ini telah digunakan untuk mengurangi terjadinya
sters melalui kegiatan manajemen personel. Lingkaran kualitas ini dapat
digunakan melalui kegiatan manajemen partisipasi, keanggotaan dalam
panitia, program pengembangan kepemimpinan, latihan-latihan kelas,
penjenjangan karier, perluasan kerja, dan rotasi kerja.
5. Latihan keasertifan
Seorang
manajer dapat juga melatih stafnya dalam hal keasertifan untuk mencegah
atau mengelola konflik. Sifat asertif dapat juga diajarkan melalui
progam pengembangan staf. Pada program ini perawat diajarkan cara
belajar melalui respon yang baik. Manajer dapat belajar mengendalikan
personel supaya mampu memegang aturan. Bila mereka tidak puas, mereka
mencoba melakukan sesuatu untuk mencapai kepuasan itu. Pada umunya
perilaku asertif dapat dipelajari melalui studi kasus, bermain peran,
dan diskusi kelompok.
G. Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan
Pemecahan
masalah dan pengambilan keputusan merupakan gabungan antara logika dan
daya, dan jika tepat, akan menciptakan jalan keluar yang memuaskan.
Sekalipun tidak mudah untuk mengambil keputusan dalam berbagai kondisi
yang dihadapi, tetapi keputusan tetap harus diambil dalam setip kegiatan
yang dilakukan organisasi. Karena setiap keputusan memiliki dampak pada
waktu yang akan datang, oleh karena itu keputusan yang dapat diambil
harus dapat diterima secara rasional karena keputusan yang diambil harus
berdasarkan informasi yang akurat, tepat, dan lengkap. Berdasarkan hal
tersebut perlu dibuat langkah-langkah pengambilan keputusan yang
mempertimbangkan ketepatan, keakuratan, dan kelengkapan informasi
pendukung tersebut.
Tahap
pertama, pengkajian situasi. Tahap ini terdiri dari tiga proses yang
dilakukan, yaitu identifikasi masalah, diagnosis penyebab dari masalah,
dan identifikasi tujuan dari penyelesaian masalah melalui keputusan yang
akan diambil. Pada proses identifikasi masalah, pengambilan keputusan
perlu membedakan apa yang benar-benar masalah dan gejala dan apa yang
menjadi sebab akibat dari gejala dan masalah tersebut. Pada proses
diagnosis penyebab masalah, pengambil keputusan menentukan secara pasti
apa yang menjadi sebab dan apa yang menjadi akibat. Proses terakhir dari
tahap investigasi situasi adalah identifikasi tujuan dari keputusan
yang akan diambil. Pada proses ini, pengambil keputusan perlu menentukan
tujuan dari keputusan yang akan diambil.
Tahap
kedua, perumusan alternative solusi. Pada tahap ini, pengambil
keputusan mencoba membangun beberapa alternative solusi untuk diputuskan
guna diambil sebagai langkah solusi. Tahap ini akan sangat tidak
efektif jika masukan berupa ide-ide kreatif dihasilkan melalui
keterlibatan seluruh lapis pekerja yang terkait dengan masalah yang
dihadapi. Salah satu metode yang digunakan metode brain storming/curah
ide, yang seluruh pihak dilibatkan dalam penentuan alternative secara
kreatif dan bebas dalam menawarkan berbagai langkah solusi yang terkait
dengan masalah. Agar tahapan ini berjalan efektif dan efisien, maka
perlu dipimpin oleh seorang yang mampu mengendalikan proses pertemuan
secara efektif dan efisien. Pada tahap ini evaluasi belum dilakukan,
artinya berbagai alternative yang barangkali secara financial misalnya
tidak memungkinkan, untuk sementara ditampung dulu, karena pada tahap
ini seluruh ide ditampung tamping tanpa harus mengevaluasinya terlebih
dahulu.
Tahap
ketiga, pengujian alternative. Pada tahap ini, pengambil keputusan
melakukan evaluasi dan penilaian terhadap berbagai alternative yang
muncul untuk kemudian diambil satu atau lebih alternative yang dianggap
terbaik. Untuk dapat menentukan alternative solusi yang terbaik, maka
pendekatan bagan alur (flow chart) dapat dipergunakan untuk mendapatkan
alternative-alternatif yang memungkinkan.
Tahap
keempat, pelaksanaan dan evaluasi alternative. Jika keputusan sudah
diambil, maka langkah berikutnya adalah mengimplementasikan alternative
yang telah diputuskan untuk dijalankan. Sebelum dijalankan maka tentunya
perlu direncanakan akan seperti apa dan bagaimana alternative tersebut
dijalankan. Proses ini dilakukan pada proses perencanaan implementasi.
Pada tahap ini ditentukan siapa, apa saja, dan bagaimana alternative
tersebut akan dijalankan. Setelah direncanakan, implementasi dilakukan
sehingga proses berikutnya adalah implementasi dari rencana alternative
yang akan dijalankan. Pada proses ini, apa yang telah direncanakan dari
alternative yang akan dijalankan kemudian diimplementasikan. Untuk
memastikan langkah implementasi tersebut berjalan dengan baik dan
mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka perlu dilakukan proses
pengawasan terhadap implementasi alternative. Proses ini dilakukan untuk
memastikan bahwa apa yang telah dijalankan sesuai dengan apa yang telah
direncanakan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Rintangan
terhadap pengambilan keputusan yang efektif tidak memutuskan,
menghindari keputusan terperangkap aspek-aspek risiko, ketakutan, dan
kekhawatiran yang tidak diinginkan. Pegang teguh, menolak menghadapi
isu, pada akhirnya akan menemukan gangguan, reaksi berlebihan,
membiarkan satu situasi diluar control, membiarkan emosi yang
mengontrol, “vacillating”, menghilangkan keputusan.
H. Hasil Konflik
Konflik mengakibatkan hasil yang dapat produktif untuk
pertumbuhan individu atau organisasi. Sebalikanya,konflik dapat sangat
destruktif( Kramer, Schmalenberg, 1978;lLewis 1976, Myrtle, Glogow,
1978; Nielsen, 1977) Deutsh( 1969, 1973) menegenali empat factor utama
yang menentukan hasil konflik: isu, kekuasaan, kemampuan menanggapai
kebutuhan, dan komunikasi bahasan berikut ini diberikan oleh Kramer dan
Schmalenberg (1978).
1. Isu
Pada
konflik yang destruktif, isu di besarkan, dirumuskan secara luas dengan
tambahan secara rinci , dan bermuatan emosi. Pada konflik yang
konstuktif, isu difokuskan dan dipertahankan dalam ukuran yang dapat
ditangani. Hanya isu perifer yang berhubungan hal pokok yang
dididkusikan, dan proses pilihannya adalah aksi (tindakan) bukan reaksi.
2. Kekuasaan
Pada
kekuasaan destruktif, situasi dipertahankan atau diubah melalui ancaman
dan paksaan. Suasananya adalah persaingan dengan hasil menang dan
kalah. Kekuasaan konstruktif meliputi penemuan jalan keluar yang dapat
diterima yang mungkin berupa kompromi atau sebuah jalan keluar yang
dapat diterima yang mungkin diterima yang mungkin berupa kompromi atau
sebuah jalan keluar yang baru; kebutuhan dan pandangan pribadi tidak
dipaksakan pada orang lain
3. Kemampuan Menanggapi Kebutuhan
Pada
konflik destruktif, hanya kebutuhan sendiri saja yang dipertimbangkan.
Dengan berjalanya waktu seseorang menjadi semakian yakin bahwa
keyakinananya dan perilakunya adalah benar. Penyelesaaian konflik yang
konstruktif ditandai secara khas oleh penyelesaian yang menanggapi
kebutuhan semua pihak yang terlibat.
4. Komunikasi
Saling
tidak percaya, persepsi yang salah, dan peningkatan muatan emosi
tertentu saja membentuk konflik yang destruktif. Penyelesaian yang
konstruktif meliputi dialog terbuka dan jujur, slaing berbagi
kekawatiran, dan mendengarkan dengan hasrat untuk memahami orang lain.
Tujuanya adalah memebuka masalah sehingga dapat dihadapi secara efektif.
Konflik
dapat bermanfaat bagi organisasi, bila pemimpin mempunyai kemahiran
dalam memfasilitasi penyelesain konflik yang konstruktif. Jika perbedaan
pendapat tentang sesuatu isu disuarakan dan jika masalah dibuka, hali
ini menunjukan bahwa orang- orang terlibat dan peduli. Lawan dari cinta
bukanlah benci, tetapi ketidakpedulian. Pada cinta dan benci terdapat
enerji mereka yang dicintai seseorang akan memepunyai kekuasaan untuk
menibulkan kebencian. Ketidakpedulian bersifat kosong. Enerji
ditimbulkan melalui penyelesaian konflik yang efektif dapat diguanakan
secara positif kearah pencapain tujuan. Nielsen (1977) mengatakan bahwa
konflik adalah akar perubahan pribadi dan social’( hlm153). Konflik
merangsang penyelesaian masalah dan hasil penyelesaian yang kreatif,
konflik dapat dinikmati, danmemungkinkan perkembangan identitas pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Hani Handoko. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia. Yogyakarta : BPFE. 2009.
Robbins, Stephen P., Timothy A. Judge. 2010. Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Monica. 2009. Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Satrianegara M fais, & siti saleha.2009.”Buku Aajar Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Serta Kebidanan”. Jakarta.salemba medika.
Simamora, R. 2012. Buku Ajar Manajemen Keperawatan. Jakarta: EGC.
Soetopo, Hendyat. 2010. Perilaku Organisasi Teori dan Praktik di Bidang Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Supriyatno. 2009. Manajemen Bangsal Keperawatan. Jakarta: EGC.
Swanburg,Russel C.2010.”Pengantar Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan”.Jakarta:EGC
Wahyudi. Manajemen Konflik Dalam Organisasi, Edisi Kedua. Bandung : Alfabeta. 2010.
Komentar
Posting Komentar